oleh: Arna Asna Annisa, Dosen FEBI IAIN Salatiga, dan Direktur Forum Studi Halal Thoyyib (FUSILAT)
Global Religious Futures menyebutkan Indonesia menduduki peringkat pertama dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Adanya 87,2% muslim dari total penduduk 273,5 juta jiwa menjadikan Roadmap Industri Halal Indonesia menyebut ekonomi halal nasional menyumbang Produk Domestik Bruto hingga US$ 3,8 miliar per tahun.
Potensi dan pertumbuhan industri halal di Indonesia perlu didukung lebih luas dengan mutual involvement. Pengembangan kawasan industri halal yang akan dilakukan oleh Kementerian Perindustrian merupakan respon atas lahirnya Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal di Indonesia.
Kawasan Industri Halal sendiri merupakan seluruh atau sebagian kawasan industri yang dibentuk dengan tujuan untuk menghasilkan produk-produk halal sesuai dengan sistem jaminan produk halal. Selaras dengan kondisi diatas, Halal Park yang diresmikan Presiden di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) merupakan embrio dari proyek halal district.
Halal district ini akan menjadi pusat gaya hidup halal di Indonesia, selain juga ekosistem bagi para pelaku bisnis yang bergerak di industri halal, mulai dari mode, makanan dan minuman, pariwisata, perbankan, hingga financial technology (fintech) syariah. Konsep yang sangat relevan dan realistis karena ekosistem halal sudah mewabah kemana-mana.
Dilihat dari sisi produktivitas, inisiasi halal park ataupun kawasan industri halal akan mengakselerasi bagi hilirisasi berbagai produk halal yang sudah ada segmennya masing-masing. Ekosistem yang dibangun secara paripurna dari hulu sampai ke hilir.
Stimulus ke pelaku usaha yang bergerak di berbagai sektor halal dilakukan melalui halal supply chain management yang memadai, sisi hilir digarap dengan melibatkan multi-stakeholder halal melalui pembangunan berbagai sarana seperti halal district dan semacamnya.
Kebijakan untuk membangun industri halal juga harus diimbangi dengan halal awareness seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Prinsip halal yang telah diakui dunia sebagai prinsip universal, karena keunggulan dalam aspek kesehatan, kebersihan, dan keamanan produk.
Idealnya akan menjadikan barang dan jasa produk industri halal lebih mudah diterima semua kalangan. Namun, tentunya hal ini perlu diimbangi dengan strategi sosialisasi, edukasi dan informasi. Sasaran sosialisasi dan edukasi industri halal selama ini masih berbasis komunitas-komunitas muslim seperti pondok pesantren, nasabah lembaga keuangan syariah, dan masyarakat muslim secara umum.
Masih sangat jarang kita temui adanya sosialisasi dan edukasi pada masyarakat non muslim. Padahal selain nilai universal yang terdapat dalam prinsip-prinsip halal pada produk industri halal, mendukung mereka yang muslim untuk mendapatkan hak berupa barang dan jasa yang halal merupakan wujud toleransi antar umat beragama sebaik-baiknya.
Ajaran Seluruh Agama
Toleransi merupakan konsep untuk mengambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok masyarakat yang berbeda baik secara bahasa, budaya, etnis, politik maupun agama. Oleh karena itu, toleransi merupakan konsep mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran seluruh agama.
Dengan sifatnya yang sangat mendasar karena menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Tuhannya, toleransi bisa menjadi sangat sensitif, primordial, dan bahkan mudah membakar konflik. Akan tetapi jika dikelola secara komprehensif, toleransi menjadi cita-cita yang sama-sama dibutuhkan oleh seluruh pemeluk agama.
Pengendalian suasana kondusif dalam kerukunan umat beragama yang diwujudkan dengan toleransi lebih dipikul oleh pemerintah daerah, mengingat merekalah yang lebih memahami karakteristik masyarakatnya masing-masing.
Masyarakat muslim yang mendominasi hampir diseluruh provinsi di Indonesia, menjadi potensi bagi pengembangan usaha halal berbasis daerah. Dengan indeks yang mengalami kenaikan menjadi 73,83%, toleransi di Indonesia dianggap tinggi sehingga menjadi potensi untuk dikembangkan dalam perspektif muamalah yang selama ini belum cukup diperhatikan seperti pengembangan halal supply chain dari produsen hingga konsumen.
Dalam masyarakat toleran, masing-masing individu akan menghargai dan menghormati hak individu lain untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhannya. Bahkan lebih lanjut, mereka dengan kesadaran sendiri akan memberikan kesempatan dan fasilitas pada individu lain untuk dapat menjalankan perintah agamanya.
Pemahaman umat non muslim atas kebutuhan dasar seorang muslim akan memunculkan simpati dan empati. Sikap seperti inilah yang menjadi kebutuhan dasar terhadap peningkatan halal awareness masyarakat Indonesia.
Tercatat bahwa baru sekitar 688.615 produk beredar di Indonesia yang tersertifikasi halal lembaga berwenang. Maka dari sisi produsen, halal awareness ini diharapkan dapat menjadi akselerator tumbuhnya industri halal Indonesia. Sedangkan dari sisi konsumen, adanya sertifikasi halal merupakan wujud dari kepercayaan jaminan halal atas barang konsumsi yang beredar dipasar, dimana sebagian darinya diproduksi oleh mereka yang non muslim.
Munculnya halal awareness pada setiap lapis masyarakat akan melahirkan halal lifestyle, bahwa kebutuhan terhadap barang halal bukan sekedar memenuhi perintah syariat akan tetapi pemahaman dan sikap menuju hidup yang lebih berkualitas dan terjamin.
Halal lifestyle sendiri merupakan salah satu perwujudan rahmatan lil alamin tanpa membatasi peruntukannya pada umat muslim saja. Yang menarik, halal lifestyle ini akan memunculkan tren, dimana mereka yang melek terhadap perubahan tren ini adalah kaum millenial.
Dapat dibayangkan ketika sosialisasi, edukasi dan informasi terhadap halal lifestyle ini dikemas secara moderat, objektif dan ilmiah sehingga dapat dipahami secara utuh sebagai kebutuhan hidup, bukan sekedar kebutuhan syariat.
Para produsen barang dan jasa yang memiliki dominasi konsumen muslim, akan melakukan proses produksi sesuai sertifikasi halal lembaga berwenang, mengingat kebutuhan umat muslim yang harus menghindari nilai dan zat haram pada setiap barang yang dikonsumsi.
Mereka yang berperan sebagai distributor, akan menjamin produk halal hingga ke tangan konsumen akhir. Dan pada akhirnya, konsumen muslim maupun mereka yang non muslim akan mengetahui dan mempercayai kualitas halal dari produk konsumsi yang beredar sesuai dengan prinsip halal supply chain yang telah dijalankan dengan baik dari hulu sampai ke hilir oleh produsen dan distributor.
Pengembangan kawasan dan ekosistem halal dengan semangat toleransi memiliki tujuan dasar agar industri halal semakin inklusif, bukan malah menjadi eksklusif. Industri halal harus dibuktikan dengan menghadirkan produk barang dan jasa yang lebih baik, berkualitas dan terjamin untuk kehidupan. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan untuk penguatan industri halal harus menyertakan pertimbangan keteraksesan untuk semua lapis masyarakat.
Artikel ini juga telah dimuat di Solopos Mimbar Akademis IAIN Salatiga, Kamis10 Desember 2020